Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4558
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorMamluatun Nafisah-
dc.contributor.authorYumna Salendra Almira, 21211833-
dc.date.accessioned2025-12-02T04:32:04Z-
dc.date.available2025-12-02T04:32:04Z-
dc.date.issued2025-
dc.identifier.urihttps://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4558-
dc.description.abstractQS. al-Aḥzāb ayat 33 kerap ditafsirkan sebagai pembatasan peran perempuan di ruang publik, sehingga menimbulkan potensi bias gender. Sementara itu, realitas saat ini menunjukkan bahwa perempuan semakin aktif dalam berbagai bidang kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penafsiran ayat tersebut dalam tiga periode klasik (al-Ṭabarī), pertengahan (alMāwardī), dan kontemporer (Sayyid Quṭb) guna menelusuri perkembangan pandangan tentang perempuan serta mengidentifikasi kecenderungan bias atau nilai keadilan gender dalam tafsir masing-masing. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang cenderung fokus pada satu tafsir atau hanya dua periode, penelitian ini menawarkan analisis komparatif lintas zaman, sehingga mampu menelusuri dinamika perubahan tafsir secara lebih utuh dan mendalam. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan penelitian pustaka, menjadikan Tafsir Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āy Al-Qur’ān, Tafsir Al-Nukat wa al-‘Uyūn, dan Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān sebagai sumber primer dan literatur ilmiah sebagai sumber sekunder. Data dikumpulkan melalui dokumentasi, kemudian dianalisis secara deskriptif-analitis-komparatif dengan pendekatan sosio historis dengan teori hermeneutika feminis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Ṭabarī menafsirkan QS. alAḥzāb ayat 33 dengan pendekatan riwayat yang menekankan ketenangan perempuan di rumah tanpa menutup kemungkinan aktivitas publik selama sesuai syariat. Al-Māwardī menggunakan corak fikih normatif yang menekankan pembatasan peran publik perempuan. Sayyid Quṭb, dengan pendekatan ideologis, memprioritaskan peran domestik namun tetap mengakui keterlibatan perempuan di ruang publik dalam kondisi terbatas. Ketiganya sepakat bahwa ayat ini menekankan kehormatan, larangan tabarruj, dan pentingnya ibadah. Perbedaan terletak pada pemaknaan “tinggal di rumah” dan sejauh mana perempuan dapat hadir di ruang publik. Dan dalam perspektif gender, al-Ṭabarī lebih netral, al-Māwardī lebih konservatif, dan Sayyid Quṭb mengambil posisi tengah. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pendekatan metodologis dan konteks sosial masing-masing mufasir.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherInstitut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectAl-Māwardīen_US
dc.subjectRuang Publiken_US
dc.subjectPerempuanen_US
dc.subjectSayyid Quṭben_US
dc.subjectAlṬabarīen_US
dc.titlePerempuan di Ruang Publik Perspektif Tafsir (Studi Komparatif Tafsir Jami al-Bayan an Tawil Āy Al-Quran karya Ibn Jarir al-Ṭabari, Tafsir Al-Nukat wa al-Uyun karya Ali ibn Muḥammad ibn Ḥabib al-Mawardi dan Tafsir Fī Ẓilal Al-Quran karya Sayyid Quṭb)en_US
dc.typeSkripsien_US
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
48-21211833.pdf
  Restricted Access
1.13 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
48-21211833_Publik.pdf
  Restricted Access
752.98 kBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.