Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4538
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSofian Effendi-
dc.contributor.authorSiti Unisah, 21211808-
dc.date.accessioned2025-12-01T03:54:55Z-
dc.date.available2025-12-01T03:54:55Z-
dc.date.issued2025-
dc.identifier.urihttps://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4538-
dc.description.abstractLatar belakang penelitian ini didasari oleh fenomena konsumerisme modern yang menyebabkan pergeseran pemahaman dan implementasi etika konsumsi Islam, menciptakan kesenjangan antara norma agama dan praktik hidup sehari-hari. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis penafsiran kedua mufassir terhadap konsep isrāf dan tabżīr, membandingkan persamaan dan perbedaannya, serta mengkaji relevansinya dalam kehidupan Muslim modern melalui lensa teori fungsionalisme sosiologi Émile Durkheim. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang cenderung membahas konsep isrāf dan tabżīr secara umum atau hanya fokus pada satu karya tafsir, penelitian ini secara spesifik melakukan studi komparatif mendalam terhadap dua mufassir monumental dari latar belakang sosio-historis yang berbeda; Al-Marāgī (Mesir, modernis-reformis) dan Hamka (Indonesia, dakwah-kebudayaan Nusantara). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan library research (kajian kepustakaan), didukung oleh teknik dokumentasi untuk pengumpulan data. Analisis data dilakukan menggunakan metode analisis isi (content analysis) secara komparatif, dengan mengkaji ayat-ayat kunci terkait isrāf (QS. Al-A’rāf [7]: 31, QS. Ṭāhā [20]: 127, QS. Al-Furqān [25]: 67, QS. Al-Zumar [39]: 53) dan tabżīr (QS. Al-Isrā [17]: 26-27). Pendekatan sosiologi fungsionalisme Durkheim digunakan untuk menganalisis bagaimana konsep-konsep ini berfungsi sebagai norma kolektif yang menjaga solidaritas dan stabilitas sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Marāgī dan Hamka memiliki persamaan fundamental dalam menafsirkan isrāf dan tabżīr sebagai perilaku tercela yang dilarang Islam, menganjurkan moderasi, dan mengaitkan pemborosan dengan sifat setan. Namun, terdapat perbedaan penekanan; Al-Marāgī lebih detail dalam klasifikasi bentuk isrāf dan dampak sistemiknya, sementara Hamka lebih menyoroti dimensi moral, spiritual, dan relevansi personal dengan contoh-contoh aplikatif dari budaya Nusantara. Pada QS. Al-A’rāf [7]: 31, keduanya menekankan xix moderasi dalam konsumsi dan berpakaian. Pada QS. Ṭāhā [20]: 127, isrāf diartikan sebagai melampaui batas dalam dosa yang berujung pada kesengsaraan. Pada QS. Al-Furqān [25]: 67, keduanya menyerukan keseimbangan dalam berinfak. Pada QS. Al-Zumar [39]: 53, isrāf dimaknai sebagai berlebihan dalam maksiat, namun Allah tetap membuka pintu ampunan. Terakhir, pada QS. Al-Isrā [17]: 26-27, tabżīr secara tegas diidentifikasi sebagai penghamburan harta yang sia-sia dan perbuatan "saudara setan." Relevansi konsep-konsep ini dalam kehidupan Muslim modern sangat tinggi, berfungsi sebagai fakta sosial yang esensial untuk menjaga solidaritas sosial, mencegah anomie akibat konsumerisme berlebihan, dan mendorong pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, sejalan dengan kerangka fungsionalisme Durkheim.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherInstitut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakartaen_US
dc.subjectIsrafen_US
dc.subjectTabziren_US
dc.subjectTafsir Al-Maragien_US
dc.subjectTafsir Al-Azharen_US
dc.titleKonsep Israf dan Tabzir dalam Al-Quran (Studi Komparatif pada Kitab Tafsir Al-Maragi Karya Ahmad Muṣṭafa Al-Maragi (w. 1852 M) dan Kitab Tafsir Al-Azhar Karya Hamka (w. 1981 M))en_US
dc.typeSkripsien_US
Appears in Collections:Skripsi S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
28-21211808.pdf
  Restricted Access
1.45 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
28-21211808_Publik.pdf
  Restricted Access
1.02 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.