Please use this identifier to cite or link to this item: https://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4251
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorAhmad Thib Raya-
dc.contributor.advisorMuhammad Ulinnuha-
dc.contributor.authorMia Fitriah El Karimah, 322440107-
dc.date.accessioned2025-10-15T09:53:39Z-
dc.date.available2025-10-15T09:53:39Z-
dc.date.issued2025-
dc.identifier.urihttps://repository.iiq.ac.id//handle/123456789/4251-
dc.description.abstractDisertasi ini menegaskan bahwa korelasi dan relevansi hermeneutika Syaḥrūr dalam kajian 'Ulūm Al-Qur'ān bersifat problematis sekaligus inovatif, dengan tiga temuan utama yang menjadi simpulan penelitian. Pertama, konstruksi hermeneutika Syaḥrūr memperkenalkan istilah dan pendekatan baru dalam ranah 'Ulūm al-Qur'ān seperti perbedaan inzāl-tanzīl, pembacaan ulang kategori muḥkam-mutasyābih, serta tafsir kemukjizatan yang mengintegrasikan sains. Namun, pada dasarnya pendekatan ini tetap beririsan dan kerap tumpang tindih dengan tema-tema klasik. Syaḥrūr lebih menonjolkan inovasi terminologis dan metodologis ketimbang perubahan substansi keilmuan yang fundamental. Kedua, analisis perbandingan menunjukkan bahwa persamaan antara hermeneutika Syahrur dan tradisi klasik terletak pada pengakuan pentingnya metodologi penafsiran. Namun, perbedaan mendasarnya sangat tajam: Syahrur cenderung mengabaikan asbab al-nuzul, meragukan validitas qira'at, dan menolak konsep nasikh-mansukh. Akibatnya, pendekatannya seringkali bertentangan dengan fondasi epistemologis dan metodologis 'Ulum Al-Qur'an, sehingga menimbulkan resistensi dan kekhawatiran serius di kalangan akademisi dan ulama. Ketiga, meskipun hermeneutika Syahrur telah memperkaya wacana tafsir Al-Qur'an kontemporer dan membuka ruang dialog epistemologis yang lebih luas, pendekatannya terbukti sarat dengan inkonsistensi metodologis, relativisme epistemologis, dan keterbatasan cakupan. Hermeneutika Syahrur gagal menghadirkan solusi komprehensif atas kompleksitas 'Ulum Al-Qur'an dan justru menimbulkan problematika baru dalam validitas dan keandalan penafsiran. Dengan demikian, posisi hermeneutika Syaḥrūr dalam pengembangan studi Al-Qur'an kontemporer lebih tepat dipahami sebagai pemicu kritik dan inovasi terbatas, bukan sebagai alternatif yang mampu menggantikan atau menandingi kedalaman dan kematangan tradisi 'Ulum Al-Qur'an. Temuan ini menegaskan perlunya evaluasi kritis dan perbaikan metodologis yang serius jika hermeneutika Syaḥrūr ingin diakui sebagai kontribusi valid dalam khazanah keilmuan Al-Qur'an. Perbaikan mendesak meliputi: pertama, integrasi eksplisit dengan lima rumpun 'Ulūm al-Qur'ān klasik melalui dialektika konstruktif, bukan sekadar kritik destruktif; kedua, penguatan fondasi epistemologis dengan klarifikasi asumsi dasar, validasi konseptual, dan standardisasi terminologi untuk menghindari ambiguitas yang memicu kontroversi; ketiga, kontekstualisasi rigorous yang menyeimbangkan relevansi kontemporer dengan universalitas tekstual melalui kriteria objektif yang membedakan interpretasi kontekstual-relevan dari subjektif-reduktif; keempat, validasi akademik melalui dialog terbuka, ujicoba empiris, dan evaluasi komparatif untuk memperkuat legitimasi metodologis; kelima, pengembangan kerangka aplikatif berupa panduan praktis dan mekanisme koreksi berkelanjutan. Implementasi komprehensif tawaran ini akan mentransformasi hermeneutika Syahrur dari wacana kontroversial menjadi jembatan metodologis yang menghubungkan tradisi klasik dengan kebutuhan akademik kontemporer, sekaligus menciptakan model interpretasi seimbang antara autentisitas tekstual dan relevansi kontekstual dalam studi Al-Qur'an. Disertasi ini memiliki kesamaan dengan pandangan Sahiron Syamsudin dan Abdul Mustaqim dalam hal penerimaan sebagian hermeneutika Syaḥrūr dalam kajian 'Ulum Al-Qur'an. Namun, penulis menambahkan beberapa catatan kritis untuk memungkinkan adaptasi metode Syaḥrūr sebagai salah satu perangkat penafsiran Al-Qur'an. Di sisi lain, disertasi ini berbeda dengan pendapat Adian Husaini, Fahmi Salim, dan Syamsudin Arif yang menolak secara total kemungkinan penerapan hermeneutika Syaḥrūr dalam penafsiran Al-Qur'an. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan filsafat ilmu dengan fokus pada dua teori utama: teori pergeseran paradigma dan teori korelasi. Teori pergeseran paradigma dari Thomas Kuhn diterapkan untuk menganalisis proses konstruksi hermeneutika. Sementara itu, teori korelasi digunakan sebagai kerangka epistemologis untuk memahami hubungan logis antarproposisi, khususnya dalam membandingkan hermeneutika Syaḥrūr dengan 'Ulum al-Qur'an.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherProgram Pascasarjana IIQ Jakartaen_US
dc.subjectHermeneutikaen_US
dc.subject‘Ulum Al-Qur’anen_US
dc.subjectPemikiran Syahruren_US
dc.titleKorelasi dan Relevansi Hermeneutika Terhadap ‘Ulum Al-Qur’an: Kajian Pemikiran Syahrur (1938-2019)en_US
dc.typeDisertasien_US
Appears in Collections:Disertasi S3 Ilmu Al Quran dan Tafsir

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
322440107_Mia Fitriah El Karimah.pdf
  Restricted Access
322440107_Disertasi5.44 MBAdobe PDFView/Open Request a copy
322440107_Mia Fitriah El Karimah_BAB 1&6.pdf
  Restricted Access
322440107_Disertasi_BAB 1&62.08 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in IIQJKT-R are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.